02 September 2010

Mencari Malam 1000 Bulan

Oleh : Wilnan Fatahillah

Alhamdulillah, kita panjatkan syukur ke hadirat Alloh SWT karena saat ini kita sudah memasuki 10 hari yang akhir dari ramadan 1431 H. Jika dianalogikan dengan perlombaan, 10 hari yang akhir dari ramadan merupakan saat-saat penentuan keberhasilan di dalam meraih kemenangan. Sebagai hari-hari penentuan, 10 hari akhir ramadan hendaknya diisi dengan lebih meningkatkan amal ibadah kepada Alloh sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulalloh SAW dan tidak terlarut dalam kesenangan duniawi. Apalagi di dalam 10 hari akhir ramadan ada satu malam yang seharusnya dicari oleh seluruh umat Islam. Hal ini karena besarnya keutamaan yang diberikan oleh Alloh bagi yang mendapatkannya, yaitu malam 1000 bulan (Lailatul Qodar).

Malam 1000 bulan (Lailatul Qodar) merupakan malam yang penuh kemuliaan yang diberikan kepada umat Nabi Muhammad SAW. Kisah ini diriwayatkan dari Ali bin Urwah, dia berkata: “suatu hari Rasulalloh bercerita tentang empat orang dari bani israil yaitu nabi Ayyub, nabi Zakaria, Hizqil dan Yusa’ bin Nun. Mereka beribadah kepada Alloh selama 80 tahun dan tidak pernah berbuat maksiat sekejap matapun. Para sahabat menjadi heran dan kagum mendengar cerita tersebut. Kemudian Malaikat Jibril datang kepada Rasulalloh lalu dia berkata: “Wahai Muhammad umatmu terheran-heran kepada mereka yang telah beribadah selama 80 tahun dan tidak pernah berbuat maksiat sekejap matapun, ketahuilah bahwa Alloh telah menurunkan sebuah surat yang lebih baik daripada apa yang mereka lakukan.” Kemudian Malaikat Jibril membacakan surat Al-Qodar kepada Rasulalloh. Lalu Malaikat Jibril berkata: “ini lebih utama daripada apa yang dikagumkan olehmu dan umatmu.” Akhirnya Rasulalloh dan para sahabat menyambutnya dengan senang hati.” (HR Ibnu Abi Hatim).

Dari hadits tersebut tersirat bahwa bagi umat Nabi Muhammad SAW diberi oleh Alloh kesempatan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih mulia dari apa yang telah dilakukan oleh empat hamba Alloh yang selalu beribadah dan tidak pernah melanggar selama 80 tahun. Caranya adalah jika bertemu dengan dan beribadah di dalam malam 1000 bulan, yang hanya turun satu hari di dalam setiap ramadan.

Malam 1000 bulan (Lailatul Qodar) merupakan malam yang penuh keberkahan dan keagungan illahi, yang mana amal dan ibadah yang dilakukan oleh umat Islam pada malam tersebut oleh Alloh diberikan pahala lebih baik daripada amal-ibadah seribu bulan. Malam 1000 bulan juga merupakan malam penentu bagi takdir manusia yang dibawa oleh para malaikat di malam itu. Sebagaimana firman Alloh di dalam QS. Al-Qodar: 1-5, yang artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran pada malam Qodar; Dan tahukah kamu apakah malam Qodar itu?;  Malam qodar itu lebih baik dari 1000 bulan; Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan; Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. Sungguh merupakan kebahagiaan yang sangat besar jika kita dapat menjumpai malam 1000 bulan di dalam Ramadan 1431 H ini.

Bagaimana agar kita dapat menjumpai malam 1000 bulan? Di dalam sebuah hadits, Rasulalloh bersabda: “Sesungguhnya aku bermimpi diperlihatkan tentang malam Qodar namun kemudian aku dilupakannya, maka carilah Lailatul Qodar di dalam sepuluh malam yang akhir.” (HR Bukhari). Selanjutnya, Rasulalloh telah memberi contoh kepada kita semua tentang amalan yang selalu dilakukan oleh beliau di dalam 10 hari terakhir ramadan, yaitu dengan melakukan i’tikaf. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid, melakukan ibadah dan menahan dirinya untuk keluar masjid. Selama i’tikaf di masjid, kita dapat beribadah yang kita mampu seperti shalat sunah, tadarus Al-Qur’an, berdzikir dan berdo’a. Semua itu sekaligus diniatkan untuk mencari pahala malam 1000 bulan (Lailatul Qodar). Di dalam sebuah riwayat dari ‘Aisyah dia berkata: “Ketika masuk sepuluh malam terakhir di bulan ramadan Rasulalloh mengencangkan kain sarungnya dan menghidup-hidupkan waktu malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari).

Banyak perdebatan tentang pada hari yang ke berapa malam 1000 bulan (Lailatul Qodar) diturunkan oleh Alloh. Ada sejumlah riwayat yang mengatakan bahwa malam 1000 bulan turun pada malam yang ganjil dari 10 hari terakhir ramadhan. Namun demikian apakah malam ganjil menurut perhitungan manusia itu sama dengan apa yang ditentukan Alloh? Wallohu a’lam! Untuk itu, agar dalam bulan ramadan tahun ini kita mendapatkan peluang memperoleh pahala malam 1000 bulan, cara yang paling afdhol adalah melakukan i'tikaf setiap malam di sepuluh hari terakhir bulan ramadan. Dengan demikian, kapanpun malam 1000 bulan turun, InsyaAlloh kita selalu dalam keadaan beribadah kepada Alloh serta akan mendapatkan keutamaan dan pahala malam 1000 bulan.

Bertemu malam 1000 bulan, sungguh suatu kesempatan yang tidak boleh dilepaskan karena rata-rata umur umat Nabi Muhammad SAW hanyalah sekitar 60-65 tahun. Disamping itu, belum tentu tahun depan kita masih akan bertemu dengan bulan ramadan kembali. Mari kita makmurkan setiap masjid dengan kegiatan i’tikaf dalam rangka mencari malam 1000 bulan pada ramadan tahun ini.

21 Maret 2010

Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan

 


Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.




1. Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga
Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.
Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)."

Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, "Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan." Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.

Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44, "Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: 'Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti Rasul-Rasul.."

2. Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa
Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan 'habis', usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.

Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.

Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.

Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.

3. Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa
Islam menggariskan bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.

Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang. Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.

Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.

4. Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara
Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.

Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.

5. Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga
Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.

"Ad-Dun-ya mazra'atul lil akhirah." (Dunia adalah ladang buat akhirat)

Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.

oleh :Heri_Lantabur

tulisan di atas berasal dari Lantabur.net

di sekitar kita...



tadi siang pas naik angkot jurusan simpangan depok ada pengamen yang ikut meramekan suasana yang emang udah bising. paling banter nih "biasanya" yg kutemui adalah pengamen dari kalangan anak-anak kecil atau remaja. namun kali ini cukup menghenyakkan ternyata sang pengamen berusia sekitar 40an. ga ngertilah apa memang terkaanku itu tepat atau tidak... secara emang raut wajahnya yang mengguratkan kepedihan dan kenestapaan hidup serta ringkihnya badan mengisyaratkan demikian. dengan modal "senjata" yang sama seperti pengamen lainnya yakni botol aqua yang diisi batu atau logam dengan lirih dia melantunkan sebuah lagu. naah ini lagi satu kekhasannya.. umumnya pengamen lain mendendangkan lagu-lagu pop ato dangdut yang lagi top hit garing bekenlah ato minimal lagunya mang iwan fals...tapi dengan lirih sambil memejamkan mata dengan raut wajah yang mengisyaratkan kesedihan yang mendalam sang pengamen ini melantunkan lagu sentimentil era 80an..sori aku lupa tadi liriknya.
mungkin bagi yang tinggal lama di jakarta udah ga asing lagi menjumpai yg seperti aku ceritakan di atas namun aku sebagai orang yang lebih lama tinggal di luar pulau jawa merasa terenyuh..ga tau harus berkata apa...yang pasti rasa syukur yang semakin menebal kepada Alloh karena telah memberikan kehidupan yang lebih mudah bagiku dan keluarga. Alhamdulillahirobbil'alamin.... Alhamdulillahirobbil'alamin.